ANEKA JEPANG |
Serba-serbi karakter Jepang Nemawashi Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam pergaulan atau interaksi sosial, orang Jepang selalu cenderung menjaga harmoni dan menghindari timbulnya konflik. Seperti pernah disebutkan dalam tulisan terdahulu, orang Jepang biasanya tidak akan menolak secara jelas tegas suatu proposal atau permintaan, yang tidak dapat dipenuhinya. Penolakan dilakukannya secara tidak langsung, lebih halus, mungkin dengan kata-kata seperti "wah, sepertinya ini sulit juga ya..!", "saya coba pikirkan lagi tapi saya rasa...". Untuk menjaga agar tidak terjadi konflik dalam membicarakan sesuatu dalam forum resmi yang dihadiri banyak orang, pada umumnya orang Jepang melakukan apa yang disebut "nemawashi", yaitu semacam lobbying sebelumnya, membicarakan berbagai kemungkinan keputusan dengan berbagai pihak yang berkepentingan seraya mengemukakan pandangan dan pendapat sendiri juga. Dengan demikian, pada pembicaraan resmi, sudah diperoleh kesepakatan dan konflik pun dapat terhindarkan. Proses "nemawashi" memang makan waktu dan energi tapi membawa hasil yang lebih baik daripada penerapan konfrontasi atau tekanan. "Nemawashi" kerap dilakukan di bidang politik dan bisnis, dalam perkumpulan, dll. di mana berbagai kepentingan diperkirakan dapat berbenturan. Kata "nemawashi" sendiri sebenarnya berarti "menggali dulu di seputar pohon yang akan dicabut, baru kemudian melakukan pencabutan akar", dalam arti mempersiapkan segala sesuatunya sehingga tugas pokok menjadi lebih mudah dan lancar. Rasa malu Ada ungkapan lama Jepang berbunyi "Kunshi wa hitori o tsutsushimu", yang artinya "orang hebat selalu menjaga perilakunya, meskipun sedang sendiri." Dari ungkapan itu tersirat bahwa menjaga perilaku diri sendiri itu dianggap sangat penting, sekalipun tidak ada orang lain yang melihat. Orang Jepang berusaha menjaga citranya sebagai manusia yang ideal yang tersimpan dalam pikirannya. Apabila gagal menjaga citra tersebut, yang bersangkutan merasa malu akan dirinya, dan juga malu terhadap orang-orang lain. Dengan demikian, rasa malu yang dalam bahasa Jepang disebut haji - bukanlah karena takut akan kritikan orang, takut dibenci orang dan sebagainya, tapi lebih disebabkan penyesalan karena telah menodai citra diri sendiri. Kesimpulannya, rasa malu itu timbul lebih banyak dari faktor internal /diri sendiri. |