ANEKA
JEPANG |
Manajemen Gaya Jepang Dulu dikagumi tapi sekarang sudah mulai pudar, sejalan dengan perubahan sikap masyarakat dan adanya persaingan dunia Di kala ekonomi Jepang tumbuh mulai tahun-tahun 1950-an dan pertumbuhan memuncak pada tahun-tahun 1970-an, banyak orang di luar Jepang yang terkagum-kagum akan sistem manajemen gaya Jepang yang membawa kemakmuran bagi rakyatnya. Ekonomi berkembang baik sehingga tingkat kesejahteraan hidup meningkat, rakyat pun menikmati hasil pembangunan negaranya. Perusahaan-perusahaan berkembang marak, baik yang berskala besar maupun yang kecil. Sebenarnya, apa yang menjadi pilar atau tonggak pokok dari manajemen perusahaan Jepang? Ada tiga pilar, yaitu sistem kerja seumur hidup di sebuah perusahaan saja, kesenioran, dan serikat pekerja berdasarkan perusahaan. Dalam praktek umumnya hingga sekarang ? walaupun perubahan demi perubahan tengah berlangsung ? sekali seorang calon karyawan melamar dan diterima bekerja di sebuah perusahaan, dia akan bekerja seumur hidup di perusahaan tersebut hingga usia pensiun. Di waktu dia harus keluar karena telah mencapai usia pensiun (biasanya sekitar 60-65 tahun), kedudukannya biasanya sudah cukup tinggi walau waktu baru masuk kerja yang bersangkutan diterima untuk posisi bawah. Itulah keuntungan dari apa yang dinamakan sistem kesenioran. Serikat pekerja yang dibentuk dalam kerangka satu perusahaan tersebut, bekerjasama baik dengan pimpinan perusahaan bagi kepentingan kesejahteraan karyawan. Ketiga pilar pokok tersebutlah yang telah menunjang perusahaan-perusahaan Jepang, kecil maupun besar, berkembang baik sehingga membawa ekonomi Jepang berkembang marak. Namun kemudian timbul resesi panjang setelah timbulnya berbagai perubahan, misalnya urbanisasi besar-besaran, makin menipisnya populasi di daerah pertanian, kerusakan dan pencemaran lingkungan, krisis minyak, dan kemudian meletusnya apa yang populer disebut-sebut sebagai gbubble economyh (ekonomi yang menggelembung melebihi nilainya yang sebenarnya), lalu terjadilah sejumlah perubahan yang mulai mencabut akar sistem manajemen perusahaan Jepang. Setelah melalui parohan kedua tahun-tahun 1980-an yang sesungguhnya merupakan masa keemasan dari gbubble economyh (a.l. harga tanah melonjak secara luar biasa, dll), maka apa yang disebut gkoudo-seichokih (masa pertumbuhan tinggi ekonomi) di masa sebelumnya, sekarang sudah mulai merosot, malah yang terjadi adalah kelesuan atau resesi ekonomi. Seiiring dengan itu, sistem manajemen Jepang yang dulu dipandang dengan terkagum-kagum, kini juga mulai memudar karena orang-orang muda Jepang kurang suka terlalu terikat di satu perusahaan saja, mereka tidak mudah merasa puas dan mencari kebebasan untuk memperoleh kesempatan yang lebih baik sehingga berpindah-pindah kerja. Muncullah istilah gfreetersh (karyawan bebas). Perusahaan pun berusaha meningkatkan efisiensi dengan melakukan restrukturisasi, sementara pemerintah memberlakukan deregulasi guna menjaga daya saing yang tinggi di pasar internasional. Maka sedikit demi sedikit manajemen ala Jepang dengan sistem kerja seumur hidup, kesenioran, dan serikat pekerja seperusahaan, sudah mulai ditinggalkan orang. Karyawan berpindah-pindah kerja, mencari apa yang cocok dengan selera kebebasannya, perusahaan pun terkadang memanfaatkan bantuan dari perusahaan lain secara sementara (outsourcing). Maka secara perlahan namun makin banyak manajemen gaya Jepang pun menjadi pudar dan mulai dijauhi. Demikianlah salah satu ciri khas dan perubahan yang sedang terjadi dalam masyarakat Jepang. |