Refleksi 30 Tahun Hubungan Indonesia -Jepang
Tahun ini telah disepakati sebagai Tahun Pertukaran ASEAN-Jepang oleh para pemimpin Jepang dan negara-negara ASEAN. Telah diselenggarakan serangkaian aneka ragam kegiatan kebudayaan, olahraga dan ilmiah untuk meningkatkan pengertian yang lebih baik di antara kita. Dalam hubungan ini, saya kira sekarang tepatlah waktunya dan sekaligus bermanfaat untuk meninjau hubungan antara Jepang dan Indonesia dewasa ini dan membahas arahnya di masa mendatang dalam lingkungan yang baru. Sesungguhnya lingkungan internasional yang melingkupi kita terus berubah cukup besar selama beberapa tahun belakangan ini, sementara hubungan bilateral kita tetap merupakan salah satu dari tonggak utama bagi pembinaan stabilitas dan kemakmuran di Asia Timur.
Baiklah saya ungkapkan pandangan pribadi saya mengenai jenis-jenis perubahan apa saja yang kini sedang berlangsung di arena internasional.
Pertama-tama, saya ingin menunjukkan bahwa globalisasi telah mulai memainkan peranan yang lebih menonjol daripada sebelumnya. Kecenderungan ini, pada gilirannya, telah membawa dampak yang mendalam terhadap berbagai masyarakat di Asia Timur serta juga terhadap hubungan antara negara-negara di kawasan tersebut. Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi dari tahun 1997 hingga 1998 merupakan salah satu konsekuensi dari fenomena ini. Krisis ini membuat kita menyadari bahwa setiap ekonomi harus menghadapi ujian baru dalam dunia yang makin saling tergantung satu sama lain.
Dewasa ini manajemen ekonomi setiap negara serta ekonomi dunia telah menjadi saling terkait hingga ke tingkat yang tidakpernah terbayangkan sebelumnya. Dan gerakan menuju regionalisme, di lain pihak, telah menjadi makin jelas terlihat dalam kebijakan-kebijakan yang diambil oleh makin banyak negara untuk mengatasi tantangan-tantangan yang timbul akibat globalisasi. Contoh lainnya adalah fakta bahwa makin banyak orang yang menganut nilai-nilai serta gaya hidup yang sama, meski berbeda dalam latar-belakang budaya dan tradisi, khususnya di kalangan mereka yang termasuk dalam kelas menengah - sebuah kecenderungan yang juga menonjol di Asia Timur. Di lain pihak, sebagai reaksi terhadap kecenderungan ini, kita mengamati tumbuhnya kecenderungan terhadap keunikan religius dan budaya. Dewasa ini, terorisme dan konflik religius atau etnis dapat dipahami dalam konteks ini.
Kedua, saya ingin menyebutkan bahwa dalam kecenderungan globalisasi, sistem politik yang dulu disebut sebagai development dictactorship kini tidak lagi dapat diterima di mata mayoritas rakyat yang kini menghargai nilai kebebasan individual dan ekonomi pasar. Dalam hal Indonesia, kita menyaksikan runtuhnya rezim Orde Baru, yang membawa negara ini menggapai demokrasi, reformasi ekonomi, dan desentralisasi. Sementara visi yang jelas masih belum muncul berkenaan dengan bagaimana perkembangan-perkembangan demikian akan mengubah lanskap negara ini, Indonesia dewasa ini memberikan kami harapan bagi masa depan.
Ketiga, saya ingin menyentuh masalah perubahan dalam hubungan antara negara-negara Asia Timur. Saya ingin menyoroti perkembangan perekonomian Cina yang mencolok. Cina juga makin menunjukkankemauan untuk memberikan kontribusi terhadap terciptanya hubungan internasional yang lebih stabil. Dan kenyataan bahwa setelah akhir era pertumbuhan tinggi ekonominya, Jepang kini sedang mencari jalan menuju ke ekonomi yang lebih matang. Hal itu mau tak mau mengubah hubungan internasional di kawasan ini serta di dunia secara menyeluruh. ASEAN yang diperluas dan terus terintegrasi juga merupakan faktor kunci dalam perimbangan kekuatan yang berubah di Asia Timur. Selanjutnya, krisis nuklir Korea Utara dan terorisme internasional menjadi ancaman bagi stabilitas Asia Timur.
Keempat, saya ingin menunjukkan perubahan yang terjadi dalam prioritas politik luar negeri dan agenda Amerika Serikat. Agaknya negara yang telah menjadi adidaya satu-satunya di dunia ini kini mencari-cari kebijakan yang berbeda dari multilateralisme era Perang Dingin. Bagaimana negara-negara lain di dunia akan bekerja bersama dengan Amerika Serikat, hal itu juga akan mempengaruhi hubungan internasional di Asia Timur.
Kita patut membicarakan masalah bentuk hubungan yang bagaimana yang selayaknya dibina oleh Jepang dan Indonesia dalam konteks internasional yang berubah. Saya percaya bahwa usaha-usaha untuk membentuk hubungan bilateral yang baru telah mulai dilakukan. Misalnya, ODA (bantuan pembangunan tingkat pemerintah) dari Jepang untuk Indonesia, yang saya yakini telah berandil bagi pembangunan negara di sini, terus berubah sifatnya. Guna membantu meningkatkan upaya demokratisasi dan reformasi ekonomi Indonesia, ODA Jepang makin diarahkan pada apa yang disebut bidang-bidang "soft" seperti pembangunan kapasitas serta pengembangan sumber daya manusia. Misalnya, Joint Indonesia-Japanese Group for Policy Dialogue yang terdiri dari para ekonom terkemuka dari Jepang dan Indonesia, telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia mengenai reformasi ekonomi di negara ini. Kami juga menyaksikan bahwa kerjasama yang kami berikan dijalankan dengan sukses guna memperkokoh kegiatan polisi sipil di Indonesia. Kolaborasi Jepang bagi desentralisasi dan reformasi hukum juga tengah diperluas.
Mengenai sektor ekonomi swasta, yang merupakan salah satu dari tonggak utama dari hubungan bilateral kita, didapati ada banyak bidang di kedua negara di mana dapat dilakukan kerjasama lebih lanjut. Khususnya, mengingat bahwamempertahankan dan memperkokoh daya saing adalah krusial bagi perekonomian Indonesia untuk dapat bertahan di dunia terglobalisasi, dan perbaikan iklim investasi kondusif untuk mendapatkan investasi asing lebih lanjut merupakan kunci sukses di bidang ini. Dengan gembira saya kemukakan di sini bahwa kolaborasi antara kedua negara kita telah dimulai ke arah ini. Jakarta Japan Club sudah hampir 2 tahun ini melakukan dialog dengan Pemerintah Indonesia mengenai lingkup luas masalah yang terkait dengan lingkungan investasi. Sangat kami harapkan agar proposal mereka dapat sebanyak mungkin tercakup dalam Buku Putih yang akan diumumkan bersama dengan Strategi Keluar IMF dalam bulan Agustus.
Menempatkan kedua ekonomi kita secara solid dalam proses integrasi regional merupakan prasyarat lainnya bagi kelanjutan kedua ekonomi kita. Dalam hal ini, saya menyambut persetujuan yang dicapai pada kesempatan Kunjungan Kenegaraan yang belum lama ini dilakukan oleh Presiden Megawati ke Jepang untuk menjajagi kemungkinan menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi bilateral. Persetujuan tersebut meliputi unsur perdagangan bebas, sejajar dengan serangkaian pembicaraan yang akan diadakan mengenai persetujuan kemitraan ekonomi yang komprehensif antara Jepang dan ASEAN secara menyeluruh.
Lingkungan internasional baru yang saya gambarkan di atas, juga menghendaki agar Indonesia dan Jepang memperluas dialog politik dan kolaborasi. Kerjasama untuk menyelesaikan masalah Aceh merupakan contoh dari kecenderungan baru ini. Kesiapan Jepang untuk membantu proses perdamaian timbul dari pengakuan bahwa demokratisasi dan desentralisasi hanya dapat tercapai dalam konteks integritas territorial Indonesia, dan Jepang sekalipun punya peranan yang menentukan dalam penyelesaian damai terhadap masalah di tengah-tengah hubungan yang kian saling tergantung antara bangsa-bangsa di kawasan ini. Kedua negara kini tengah mengembangkan kolaborasi di bidang pemberantasan terorisme dan pembajakan, hal yang sama-sama menunjukkan bahwa kita melakukan usaha terbaik untuk bangkit menerima tantangan jaman.
Akhir kata, saya percaya bahwa saling pengertian yang lebih baik melalui pertukaran kebudayaan dan intelektual merupakan prasyarat bagi semua usaha dalam menanggapi lingkungan internasional yang terus berubah.
Top
|