ENGLISH BAHASA INDONESIA 日本語
Pengenalan Bantuan ODA Jepang di Indonesia menurut Bidang
Sektor Penanggulangan Bencana

Membentuk Negara yang Tangguh Menghadapi Bencana Alam - Kerjasama Indonesia-Jepang Dibidang Penanganan Bencana Alam

  1. Indonesia – Jepang, Negara yang Selalu Dirundung Bencana Alam

    Indonesia, dari segi topografi, banyak sekali terjadi bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, ledakan gunung, banjir, longsor, kekeringan kebakaran hutan, dan lain-lain. Sejak tahun 1999 sampai 2008, selama 10 tahun, bencana alam telah mencatat kerugian yang sangat besar seperti, 180 ribu orang meninggal, 8,4 juta orang menjadi korban. Kerugian ekonomi mencapai US$.10 milyar.

    Pertama, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah gempa bumi dengan kekuatan diatas 4 pada skala Richter yang terbanyak, yaitu rata-rata lebih dari 400 kali per tahun (Fig.1: catatan sejarah gempa). Terdapat 129 gunung berapi di Indonesia, diantaranya ada 17 yang masih aktif seperti gunung Merapi (Fig.2: lokasi gunung berapi). Belum lagi gempa dan letusan gunung berapi yang menyebabkan tsunamipun sering kali terjadi. Konon, sejak tahun 1600, selama kurun waktu 400 tahun, telah terjadi 100 kali tsunami yang menimbulkan korban lebih dari 340 ribu orang meninggal (Fig.3: sejarah tsunami).

    Fig.1: Catatan Sejarah GempaFig.2: Lokasi Gunung Berapi
    Fig.3: Sejarah Tsunami

    Ada pula sebagian dari wilayah Indonesia yang termasuk dalam wilayah Monsoon Asia. Karena pada musim hujan hujan turun dengan derasnya , maka setiap tahun terjadi banjir yang menimbulkan korban banjir Misalnya, ketika tahun 2007, Jakarta dilanda banjir yang menelan korban meninggal dan hanyut sebanyak 80 orang, kerugian ekonomi sebesar 5,18 trilyun rupiah. Kemudian, karena banyaknya wilayah yang memiliki gunung berapi serta yang struktur geologinya tidak kuat, maka banyak sekali daerah-daerah seperti ini yang menimbulkan bencana longsor ketika turun hujan atau ketika gempa bumi.

    Jepang dan Indonesia sama-sama berada di garis Pasifik dan Monsoon Asia. Selain dari topan dan badai salju yang hanya terjadi di Jepang, sejak jaman dahulu kala, kedua negara seringkali menjadi korban bencana alam yang sama.

    Oleh karena itu penting artinya jika kedua negara yang seringkali menjadi korban bencana alam untuk saling bekerja sama. Dengan pengalaman dan tehnologi yang dimiliki, Jepang akan membantu Indonesia didalam menyusun cara penanggulangan bencana alam, sehingga Indonesia menjadi negara yang tangguh dalam menghadapi bencana alam.

  2. Bantuan Bencana Alam (Komite Gabungan Jepang-Indonesia Penanggulangan Bencana Alam)

    Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi besar dengan tsunami yang dahsyat berkekuatan 9.0 pada skala Richter, dengan pusat gempa di selat pulau Sumatra di Indonesia. Di Indonesia saja menimbulkan korban hilang dan meninggal yang sangat besar, yaitu 166 ribu orang. Atas kejadian ini, pada tanggal 1 Januari 2005, Perdana Menteri Junichiro Koizumi mengumumkan akan memberikan bantuan dana, kemanusiaan dan pengetahuan sedapat mungkin. Pemerintah Jepang telah melaksanakan bantuan bagi rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh dan Nias senilai US$.6,4 Milyar. Bantuan telah diberikan dalam bentuk pengiriman tim medis beserta obat-obatan sesaat setelah bencana alam terjadi, kemudian pada tahap rekonstruksi, diberikan bantuan dalam bentuk perbaikan infra struktur dasar seperti jalan, saluran air, puskesmas, sekolah, pasar, dan lain-lain. Sebagai bantuan jangka panjang diberikan juga bantuan pembangunan pembangkit tenaga listrik, jalan, fasilitas drainase, pendidikan SDM untuk pemerintah daerah, dan lain-lain. Bantuan Jepang yang cepat tanggap ini mendapat penghargaan yang tinggi dari berbagai pihak di Indonesia.

    Tidak ada yang tahu kapan datangnya bencana, maka usaha terus-menerus yang tak kenal lelah akan dapat menekan jumlah korban saat bencana terjadi. Dari pengalaman gempa bumi di Sumatra dan tsunami di lautan Hindia, Jepang berinisiatif untuk membantu pemerintah Indonesia didalam membentuk negara yang tangguh terhadap bencana alam Maka pada bulan Juni 2005, diumumkan, "Komunike Bersama Tentang Bantuan Kerjasama Bilateral untuk Menekan Korban Bencana Alam", diantara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Junichiro Koizumi. Maka dibentuklah, "Komite Gabungan Jepang-Indonesia Penanggulangan Bencana Alam", yang bertugas untuk memberikan bantuan didalam menata sistim penanggulangan bencana dan menekan jumlah korban (Foto 1: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Perdana Menteri Junichiro Koizumi)

    Foto 1: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Perdana Menteri Junichiro Koizumi

    Tanggal 24 Juli 2006, pada pertemuan ke 2 Komite, Utusan Khusus Kabinet (bidang Bencana Alam) Tetsuo Kutsukake dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakri membuat kesepakatan mengenai arah kebijakan penanganan bencana alam di Indonesia yang dituangkan kedalam, "Building the Resilience of Indonesia and its Communities to Disasters for the Next Generation", yang kemudian telah dilaporkan kepada masing-masing Kepala Negara (http://www.bousai.go.jp/kyoryoku/ indonesia/report_e.pdf) (Foto 2: Menteri Kutsukake dan Menteri Aburizal Bakrie). Saat ini, dengan berpedoman pada laporan ini, bantuan di realisasikan dalam bentuk bantuan penataan Badan Penanggulangan Bencana, pemasangan sistim peringatan dini tsunami, peningkatan standar kualifikasi tahan gempa, penanganan banjir, longsor dan pasir.

    Foto 2: Menteri Kutsukake dan Menteri Aburizal Bakrie

  3. Bantuan "Sabo", Indonesia-Jepang

    Pemerintah Jepang, dimulai sejak tahun 1962 telah mengirim tenaga akhlinya dibidang perairan dalam kerangka OCTA (sebelum menjadi JICA) kepada pemerintah Indonesia. Bantuan dibidang pengendalian bencana tersebut terus berlanjut sampai saat ini. Khususnya diantara tahun1982 sampai 2008, sela,ma 36 tahun, telah membantu Departemen Pekerjaan Umum didalam membangun "Pusat Tehnologi Pengendalian Pasir Gunung Berapi”, bantuan terhadap "Pusat Tehnik Pengendalian Pasir" (di Jogjakarta) diberikan dalam bentuk pelatihan terhadap tenaga akhli, tehnik menyusun kebijakan pengendalian bencana yang berguna untuk melindungi penduduk desa disekitar gunung Merapi dari bahaya lahar panas, longsor, aliran lumpur, batu dan pasir. Melalui bantuan ini pula akhirnya kata "SABO" yang berasal dari bahasa Jepang ini dikenal luas di Indonesia. Disamping Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta, Sultan Hamengku Buwono X dan para aparat dibawahnya, proyek bantuan ini mendapat penghargaan yang tinggi diseluruh Indonesia. Bahkan, para alumni proyek ini kemudian membentuk suatu organisasi persahabatan dengan nama "Keluarga Sabo" di Jepang (diketuai oleh Tadayo Matsushita , mantan anggota parlemen tinggi) dan Indonesia (diketuai oleh: Suyono Sosrodarsono, mantan Menteri Pekerjaan Umum), mereka masih terus menjalin persahabatan sampai saat ini. Maka, proyek yang berangkat dari bantuan di sektor pengendalian bencana ini, didalam perjalanannya berhasil melewati tahap alih tehnologi hingga berhasil membangkitkan semangat persahabatan keduabelah pihak.(Foto 3: Keluarga Sabo)

    Foto 3: Keluarga Sabo

Kolom Menarik - Sejarah Perjalanan Penanggulangan Bencana di Jepang
Fig.4: Perubahan Jumlah Korban Bencana Alam

Tahukah anda kalau 40 tahun yang lalu jumlah korban meninggal akibat bencana alam mencapai ribuan orang per tahun? Kemajuan penanggulangan bencana yang dicapai Jepang saat ini adalah berkat pengalaman pahit yang dirasakan di jaman dahulu. Dengan meminjam kolom ini, akan kami jelaskan, "Sejarah Perjalanan Penanggulangan Bencana di Jepang", yang juga seringkali di tanyakan oleh mereka yang berhubungan dengan penanggulangan bencana di Indonesia. (Fig.4: Perubahan jumlah korban bencana alam)

Bagi yang ingin tahu lebih lanjut maupun memperbesar grafik, silahkan klik disini

【Website yang Berhubungan dengan Bencana Alam】


Tentang ODA
Pengenalan Bantuan ODA Jepang di Indonesia menurut Bidang
Sektor Energi
Sektor Transportasi
Sektor Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Sektor Kesehatan dan Kebersihan
Sektor Informasi dan Komunikasi
Sektor Governance
Sektor Penanggulangan Bencana