Bisnis, JAKARTA --- Hubungan diplomatik Indonesia-Jepang telah terjalin erat sejak 1958. Kini, di usia 65 tahun hubungan diplomatik kedua negara memasuki fase baru untuk turut membantu menyelesaikan berbagai tantangan dunia.
Di tengah perlambatan ekonomi global dan pemulihan yang terus berlanjut, keduanya kian mempererat kerja sama perdagangan dan investasi.
Guna mengetahui lebih lanjut mengenai penguatan kerja sama kedua negara,
Bisnis berkesempatan mewawancarai Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji, belum lama ini. Berikut petikannya.
Bagaimana sejarah hubungan diplomasi antara Indonesia dan Jepang, dan bagaimana perkembangannya dari waktu ke waktu?
Saat ini, Jepang dan Indonesia merupakan mitra strategis yang berbagi nilai fundamental seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum. Terjalinnya hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia pada 1958, Jepang telah menjadi sahabat dari hati ke hati bagi Indonesia.
Kemitraan kita kini melampaui kerja sama bilateral, memasuki fase untuk bersama-sama mengatasi tantangan bersama global.
Apa bidang utama kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Jepang, dan seberapa pentingkah Jepang sebagai mitra dagang bagi Indonesia?
Jepang telah menjadi salah satu mitra perdagangan dan investasi utama serta donor terbesar ODA (Bantuan Pembangunan Resmi) untuk Indonesia. Untuk lebih memfasilitasi kerja sama ekonomi kita, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA) mulai berlaku pada 2008. Pada saat yang sama, berbagai proyek kerja sama sedang berlangsung terutama di bidang pembangunan infrastruktur, transisi energi, perubahan iklim, serta pertanian dan perikanan.
Jepang telah menjadi mitra dagang yang stabil bagi Indonesia sebagai tujuan ekspor energi dan sumber daya alam, serta sumber impor untuk memenuhi permintaan yang kuat di sektor-sektor seperti otomotif dan permesinan.
Benar bahwa jumlah perdagangan bilateral antara kedua negara kita menurun, namun karena perusahaan Jepang memperluas basis produksinya di Indonesia. Saya sangat percaya bahwa Jepang akan tetap menjadi mitra dagang penting bagi Indonesia selama bertahun-tahun mendatang. Selain itu, revisi JIEPA sedang dilakukan untuk lebih mempromosikan perdagangan dan investasi bilateral dengan memaksimalkan keunggulan komparatif kedua negara.
Bagaimana hubungan politik dan keamanan antara Indonesia dan Jepang berkembang, dan apa isu utama yang menjadi perhatian bersama?
Kedua negara kita juga menjaga hubungan erat di bidang politik dan keamanan. Pada 2006, hubungan bilateral kita ditingkatkan sebagai kemitraan strategis. Pada 2015 dan 2021, kedua negara mengadakan Pertemuan Menteri Luar Negeri dan Pertahanan.
Pada Agustus tahun lalu, Japan Ground Self-Defense Force (JGSDF) pertama kali mengikuti latihan multilateral “Super Garuda Shield” di Indonesia. Indonesia sebagai bagian dari kerja sama PKO (Peace Keeping Operation). Kedua negara juga telah memperkuat kerja sama di bidang keamanan maritim. Untuk itu, Jepang saat ini sedang melakukan survei untuk memberikan kapal patroli kepada Badan Penjaga Pantai Indonesia.
Apa peran Jepang dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, dan apa saja proyek besar yang pernah diikuti Jepang?
Jepang telah memperluas kerja sama untuk mengembangkan “infrastruktur berkualitas” yang sejalan dengan strategi ekonomi dan pembangunan Indonesia. Jepang juga memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia (SDM) negara ini agar masyarakat Indonesia dapat mengelola dan mengoperasikan sendiri infrastruktur yang baru dibangun. Jepang telah mencoba untuk berkontribusi pada “pertumbuhan berkualitas” Indonesia.
Izinkan saya merujuk beberapa contoh utama. Pertama, MRT Jalur Utara-Selatan yang merupakan simbol kerja sama infrastruktur antara Jepang dan Indonesia telah banyak digunakan oleh banyak warga Jakarta sejak dibuka pada Maret 2019. Perpanjangan jalur ke utara saat ini sedang dibangun. Dan Jepang terus melanjutkan, untuk memberikan tidak hanya dukungan keuangan tetapi juga kerja sama teknis dan pengembangan SDM.
Kedua, terminal mobil Pelabuhan Patimban di Jawa Barat, yang dibangun dan dikelola oleh perusahaan Jepang, mulai beroperasi pada Desember 2021, dan semakin banyak kendaraan buatan Indonesia yang diekspor melalui pelabuhan ini ke Asean dan negara lain. Untuk memperluas kapasitas terminal mobil saat ini sedang dilakukan dengan kerja sama Jepang.
Ketiga, Jepang selama bertahun-tahun telah mendukung pembangunan PLTU yang kini menjadi sumber listrik baseload di Indonesia, khususnya PLTU Jawa Tengah yang mulai beroperasi tahun lalu merupakan PPP (Private Public Partnership) unggulan di sektor energi. Menanggapi tren baru-baru ini menuju dekarbonisasi, Jepang juga berfokus pada sumber energi terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air. PLTP Sarulla di Sumatra Utara adalah salah satu pembangkit panas bumi terbesar di dunia dengan kapasitas 330 MW.
Keempat, Jepang telah memperluas kerja sama pengurangan risiko ke Indonesia, Pantai Kuta, Pantai Nusa Dua, dan pantai-pantai terkenal lainnya di Bali telah dilindungi dari erosi oleh perusahaan konstruksi Jepang dengan bantuan ODA sejak 1996. Banyak turis sekarang menikmati pantai-pantai ini, menciptakan dampak positif bagi pariwisata.
Apa saja tantangan dan peluang dalam hubungan Indonesia-Jepang, dan bagaimana cara mengatasinya ke depan?
Saya pikir komunitas internasional mencapai titik balik bersejarah pada 2022, dan akan terus menghadapi situasi kritis tahun ini. Dalam pernyataan pers tahunannya pada Januari, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menjelaskan bahwa di saat tantangan global yang kompleks, pandangan positif, kerja sama, dan optimisme bahkan lebih diperlukan, dan Jepang persis berada di halaman yang sama.
Tahun ini akan memberikan momentum yang lebih penting bagi Jepang dan Indonesia, karena menandai peringatan 65 tahun hubungan diplomatik kita dan peringatan 50 tahun Persahabatan dan Kerjasama Asean-Jepang.
Jepang dengan kepresidenan G7 akan terus bekerja sama dengan Indonesia, Ketua Asean tahun ini, dalam mengatasi tantangan global dan regional. Sebagai bagian dari upaya bersama, Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan KTT G7 di Hiroshima pada bulan Mei atas undangan dari Perdana Menteri Kishida dan mengadakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Kishida tentang berbagai tantangan.
Apa implikasi dari pergeseran prioritas strategis Jepang, seperti kebijakan “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka”, terhadap hubungannya dengan Indonesia?
Pada bulan Maret tahun ini, Perdana Menteri Kishida mengumumkan rencana baru untuk “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka (FOIP)”. Menurut Perdana Menteri Kishida, bahkan pada titik balik ini, konsep dasar FOIP tetap sama.
Kami akan meningkatkan konektivitas kawasan Indo-Pasifik, mendorong kawasan ini menjadi tempat yang menghargai kebebasan, supremasi hukum, bebas dari paksaan atau paksaan, dan membuatnya makmur. Dengan latar belakang ini, kita harus menegaskan kembali dan berbagi pemahaman bahwa akar dari konsep FOIP adalah mempertahankan “kebebasan” dan “aturan hukum”. Selain itu, kami baru menetapkan “empat pilar kerja sama untuk FOIP” yang sesuai dengan titik balik sejarah yang kita hadapi.
Pertama, kita terus mempromosikan prinsip perdamaian dan aturan untuk kemakmuran. Kedua, kita bersama mengatasi tantangan “global commons” dengan cara Indo-Pasifik. Ketiga, kami akan meningkatkan “konektivitas berlapis”, yang merupakan elemen inti dari kerja sama FOIP. Keempat, kami akan memperluas upaya keamanan dan penggunaan laut yang aman ke udara, karena FOIP secara konsisten berfokus pada “laut”.
Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan di sini, berdasarkan pidato Perdana Menteri Kishida, semuanya relevan untuk Indonesia karena Jepang dan Indonesia berada di kapal yang sama. Kedua negara kita adalah dua negara demokrasi maritim terbesar di dunia yang terletak di pertemuan Indo-Pasifik.
Pewawancara: Lukas Hendra T.M
Sumber: Harian Bisnis Indonesia edisi 6 Juli 2023
Tulisan Dubes Kanasugi yang lain>>>