
Pada bulan Maret lalu, saya mengunjungi Bali untuk menghadiri Forum Investasi. Di hadapan saya, terhampar laut Bali yang di dalamnya terkandung berbagai sumber daya alam serta flora dan fauna laut, dan telah menjadi titik simpul Asia-Pasifik melalui perdagangan dan pertukaran manusia. Melihat laut yang indah ini, saya kembali diyakinkan bahwa penting bagi Indonesia dan Jepang sebagai negara maritim, untuk bekerja sama. Saya akan sampaikan kepada Anda alasannya.
Pentingnya lautan itu beragam, tetapi kali ini saya ingin menggaris bawahi dua poin secara khusus.
Pertama, laut memperkaya kehidupan dan peradaban kita. Lautan menempati 97% sumber daya air bumi dan memiliki potensi untuk menyediakan sumber daya perikanan dan sumber daya genetik yang dapat digunakan sebagai bahan untuk obat-obatan. Selain itu, negara yang memiliki kekayaan laut melimpah dan dapat memasok 30% hasil laut dunia serta memiliki sekitar 20% dari luas hutan bakau dunia, adalah Indonesia.
Kedua, laut tidak memisahkan orang maupun benda, tetapi justru menghubungkan mereka. Sejak dahulu kala, orang telah menjelajahi lautan, dan industri negara-negara yang dikelilingi oleh laut, termasuk Indonesia, telah berkembang melalui mobilisasi maritim dan perdagangan serta perikanan. Coba Anda bayangkan mereka yang bekerja di industri sektor perikanan di perairan Indonesia, atau mobil-mobil yang diproduksi di Indonesia dan diekspor menggunakan transportasi laut.
Mengapa kedua negara perlu bekerja sama di bidang kelautan? Jawabannya adalah, karena keduanya memiliki kesamaan nilai-nilai akan pentingnya laut dan berbagi kepentingan bersama. Tidak ada negara yang menikmati manfaat laut dan bekerja sama untuk melakukannya sebanyak Indonesia dan Jepang.
Di sektor perikanan, Pelabuhan Perikanan Jakarta yang merupakan hasil kerja sama kedua negara selama kurang lebih 40 tahun, telah menjadi salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, dengan sekitar 300 perusahaan yang beroperasi dan menciptakan sekitar 50.000 lapangan kerja. Selain itu, agar industri perikanan dapat berkelanjutan, upaya pelestarian dan pemanfaatannya sangat diperlukan. Kita juga perlu tetap mengingat bahwa para ahli dari kedua negara secara konsisten telah melakukan budidaya perairan dan konservasi hutan bakau.
Sebagaimana telah saya jelaskan, konektivitas laut sangat penting untuk kemajuan industri, kemakmuran bangsa, dan peningkatan kualitas kehidupan umat manusia. Peningkatan pesat volume kargo di Pelabuhan Tanjung Priok seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia telah menyebabkan kejenuhan kapasitas, dan sangat penting untuk melakukan perbaikan kondisi ini. Mungkin banyak pembaca telah mengetahui bahwa kedua negara kita tengah bersama membangun pelabuhan baru di Patimban, dan pada Desember tahun lalu, dengan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, telah diadakan
soft opening pelabuhan ini. Dari pelabuhan baru yang telah selesai dibangun ini, berbagai produk yang diproduksi di Indonesia, seperti mobil, akan diangkut ke berbagai belahan dunia melalui jalur laut.
Namun, sebelum menikmati berkah laut seperti hasil laut dan sumber daya genetik, dan untuk memanfaatkan konektivitas laut, diperlukan laut yang aman dan di bawah supremasi hukum. Sebagai bentuk kerja sama khusus antara Jepang dan Indonesia untuk pemanfaatan sumber daya laut yang stabil dan memastikan keamanan laut, telah diserahterimakan dua kapal patroli perikanan untuk pengendalian perikanan liar/ IUU fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated fishing), dan tiga kapal patroli untuk keamanan maritim. Selain itu, dukungan terhadap Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Pulau Terluar (Sabang, Natuna, Morotai, Saumlaki, Moa, Biak) yang dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak hanya akan berkontribusi pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang, namun juga akan berkontribusi pada deteksi dini perikanan liar/ IUU fishing melalui penyebarluasan informasi perikanan di pulau-pulau terpencil.
Ketika saya mempelajari hukum internasional dengan cita-cita menjadi diplomat, saya mengetahui bahwa ahli hukum internasional Indonesia yang mengusulkan konsep Kawasan Nusantara/ The Archipelagic Nation Concept. Selain itu, dengan melihat tiga hal berikut ini membuat saya menyadari bahwa orang Indonesia memiliki keyakinan terhadap supremasi hukum di laut seperti halnya orang Jepang, yaitu minat tinggi masyarakat Indonesia terhadap Program Kebijakan Keamanan Laut yang dilaksanakan Japan Coast Guard bersama National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), dan pelatihan bersama antara Japan Maritime Self-Defense Force dan TNI AL di Laut Natuna Utara, serta Perjanjian Tentang Pengalihan Alat dan Teknologi Pertahanan yang telah disepakati kedua negara dan mulai membuahkan hasil pada bulan Maret tahun ini.
Jepang mengusulkan konsep "Free and Open Indo-Pacific (FOIP)", sementara Indonesia menunjukkan kepemimpinannya di ASEAN dan mempromosikan "ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP)". Kedua konsep ini sama-sama memiliki prinsip dasar penting yang menekankan bahwa laut berada di bawah supremasi hukum dan terbuka untuk semua orang. Dari sini terlihat jelas bahwa kedua negara dapat lebih memperdalam kerjasama di bidang maritim dalam diplomasi multilateral. Indonesia akan menjadi presidensi G20 tahun depan dan juga akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN di tahun berikutnya. Telah tiba saatnya untuk lebih memperluas kemungkinan kerja sama antara kedua negara, yang memiliki kesamaan nilai dan kepentingan di laut.
Laut telah memberi kita banyak berkah, namun tentunya tidak dapat dipertahankan tanpa upaya apa pun. Karenanya, tidak ada alasan mengapa kedua negara, yang telah menikmati manfaat dari laut dan menunjukkan kepemimpinan di Indo-Pasifik, tidak akan bekerja sama.
Kanasugi Kenji, Duta Besar Jepang untuk Indonesia