Jakarta, 19 Juli 2017
Kunjungan dinas luar kota saya yang pertama: Provinsi Sumatera Selatan
Indonesia adalah negara besar yang memiliki daratan lima kali lebih besar dari Jepang, dan terbagi menjadi 34 provinsi dengan ciri khas masing-masing. Karena saya mendapat kesempatan untuk bertugas di sini, sebisa mungkin saya ingin berkunjung ke berbagai daerah selain Jakarta.
Sebagai langkah pertama, saya berkunjung ke provinsi Sumatera Selatan bersama istri pada tanggal 9 - 11 Juli 2017. Walaupun Sumatera disebut dengan “pulau”, namun luasnya sekitar 1,5 kali dari Jepang, merupakan pulau besar yang menempati peringkat ke-6 sebagai pulau terbesar di dunia dengan 10 provinsi termasuk pulau-pulau di sekitarnya. Provinsi Sumatera Selatan adalah provinsi yang paling luas, dengan jumlah penduduk sekitar 9 juta jiwa.
Ikatan yang Telah Terjalin Sejak Dulu
Ibukota provinsi Palembang adalah kota yang memiliki sejarah panjang yang tersebar di aliran sungai Musi. Dalam kaitannya dengan Jepang, terdapat peninggalan catatan yang mengatakan bahwa pada awal abad ke-20 di daerah ini terdapat komunitas warga Jepang. Namun pada masa perang dunia kedua, daerah ini pernah menjadi target taktik tentara Jepang karena wilayah ini memproduksi minyak bumi dengan jumlah lebih besar dari pada yang dibutuhkan oleh pihak Jepang selama satu tahun saat itu, hingga akhirnya diduduki oleh Jepang melalui serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh pasukan penerjun pada 14 Februari 1942.

Sebetulnya, di luar kota Palembang terdapat monumen tentara Jepang untuk mengenang para tentara Jepang yang meninggal karena pertempuran saat itu, dan para mantan tentara Jepang yang meninggal setelahnya karena turut serta dalam perang kemerdekaan Indonesia. Komunitas warga Jepang yang berada di Palembang menjaga dan melestarikan monumen tersebut melalui kerjasama dengan warga lokal. Ketika mendarat di bandara, saya langsung menuju monumen untuk berziarah bersama dengan komunitas warga Jepang, yang sengaja datang walaupun saat itu adalah akhir pekan. Sampai saat ini terkadang masih terlihat keluarga yang ditinggalkan. Walaupun ada berbagai aspek sejarah antara hubungan Jepang dan Indonesia, namun saya pikir monumen yang masih terjaga dengan baik berkat kerjasama pihak terkait antara kedua negara merupakan bukti persahabatan yang masih berlanjut hingga saat ini.
Masuk ke dalam kota, terlihat Jembatan Ampera yang begitu agung. Jembatan itu dibangun pada tahun 1962, berlokasi di tempat kita melihat pasar yang sejak dulu selalu dibanjiri orang-orang di pesisir sungai Musi, dengan kompensasi pasca perang oleh Jepang. Sekarang, 55 tahun setelah dibangun, saya bangga melihat jembatan ini menjadi penyokong urat nadi transportasi kota yang melewati sungai Musi tanpa mengalami masalah apapun.

Pada hari kedua, saya berkesempatan makan malam bersama 8 alumni Jepang, yang berdomisili di sekitar Palembang, dengan terpusat pada orang-orang yang pernah belajar di Fakultas Teknik Universitas Niigata. 30 tahun telah berlalu sejak mereka bersekolah di Jepang, dan mendengarkan mereka bercerita mengenai kenangan saat berada di Jepang dengan menggunakan bahasa Jepang membuat saya terkesan. Ada kurang lebih 50 orang di Palembang dan sekitarnya yang pernah bersekolah di Jepang, dan mereka menawarkan keinginan bekerja sama untuk merayakan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia di tahun depan.
Masa Depan yang Cerah: Pengalaman Mengunjungi Pesantren

Kunjungan saya kali ini berawal dari undangan untuk menghadiri peringatan 50 tahun berdirinya Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah yang berjarak sekitar 1 jam dengan kendaraan dari Palembang. Mungkin ada yang membayangkan pesantren Islam seperti terakoya (institusi pendidikan bagi rakyat biasa di zaman Edo) kecil, namun di pesantren ini terdapat lebih dari 4.000 siswa usia sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yang sedang menempuh pendidikan, dan jumlah lulusan pada tahun ini mendekati 1.000 siswa. Dengan jumlah pengajar sekitar 250 orang, pondok pesantren Al-Ittifaqiah masuk ke dalam jajaran 20 sekolah dengan fasilitas terbaik di Indonesia. Di sini, di samping mempelajari ilmu agama Islam, difokuskan pula pada pendidikan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selain itu, ada juga pelajar yang mempelajari bahasa Jepang secara mandiri.
Seperti yang telah saya perkenalkan pada EKB 62 edisi sebelumnya, sejak tahun 2004 setiap tahun pemerintah Jepang mengundang sekitar 10 pengajar pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia untuk berkunjung ke Jepang, dengan jumlah para pengajar yang telah mengunjungi Jepang hingga saat ini mencapai lebih dari 150 orang. Sebetulnya, pimpinan dan wakil pimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah yang saya kunjungi merupakan salah satu peserta tahun pertama yang diundang ke Jepang. Ketika kunjungan, mereka membicarakan serta mengenang kembali saat-saat sewaktu berada di sana.
Ditambah dengan para santri, acara peringatan 50 tahun pondok pesantren berlangsung meriah dengan jumlah peserta lebih dari 1.000 orang yang terdiri dari pihak terkait di Provinsi Sumatera Selatan dan para tokoh lokal yang terlibat dalam pengelolaan pondok pesantren. Saya sangat terkesan mendengar para santri menyambut dengan memberikan salam “ohayou gozaimasu” dalam bahasa Jepang sambil membuat barisan serta mengibarkan bendera Indonesia dan Jepang buatan tangan. Melihat wajah-wajah yang terlihat gembira dengan mata yang berbinar-binar, saya berpikir Indonesia memiliki masa depan yang sangat cerah ketika para generasi muda seperti ini muncul di masyarakat.
Asian Games 2018
Tahun 2018 merupakan 60 tahun peringatan berdirinya hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia. Tahun tersebut juga merupakan tahun yang sangat penting bagi Palembang. Bersama dengan Jakarta, Palembang akan menyelenggarakan “Asian Games 2018”, festival olahraga yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Dalam acara yang berlangsung selama 16 hari antara 18 Agustus-2 September 2017 tersebut, Palembang akan menyelenggarakan 12 cabang olahraga diantaranya tenis, sepakbola wanita, voli pantai dan panjat tebing.
Berkat kebaikan hati pemerintah daerah setempat, saya berkesempatan meninjau Jakabaring Sport City yang menjadi lokasi acara dan saat ini sedang dalam tahap pembangunan dan persiapannya berjalan lancar. Berbicara tentang persiapan, secara bersamaan juga sedang dibangun Light Rail Transit (LRT), yaitu kereta masa depan yang menghubungkan antara bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang dan Jakabaring. Jalurnya dibuat dengan melintasi pusat kota dari bandara dan akan sejajar dengan jembatan Ampera. Jalur rel kereta layang ini akan terus dibangun secara berkesinambungan dan ditargetkan siap dibuka dan beroperasi awal tahun depan .
Palembang, Subarashii ! (Bagus!)

Saya yang langsung jatuh hati dan menjadi penggemar Sumatera Selatan pada kunjungan kali ini berpikir bahwa Asian Games tahun depan dapat menjadi kesempatan baik bagi pihak Jepang untuk mengetahui tentang Palembang.
Palembang berada di pesisir sungai besar Musi yang terhubung dengan laut yang kaya akan ikan air tawar, dengan “pempek” sebagai kuliner khas. Adonan ikan dikukus mirip seperti
kamaboko dengan bentuk bulat yang sederhana, ada juga yang bentuknya seperti
gyoza dengan isian telur, atau berbentuk seperti
chikuwa yang bulat panjang tapi tanpa lubang. Sangat cocok dimakan dengan dimasukkan ke dalam kuah (
catatan redaksi:tekwan) atau dengan kuah cuka hitam yang agak pedas, tetapi sangat enak! Ikan sungai putih goreng yang dibubuhi sedikit saus pedas juga sangat lezat! Saya jamin rasanya cocok dengan lidah orang Jepang !
Terdapat pula sejenis tenunan menyerupai batik yang disebut songket khas Palembang, yaitu kain tenun yang menggunakan banyak benang emas dan bertabur motif bunga. Saya juga membelinya, sangat bagus, dan orang Indonesia pasti langsung tahu bahwa kain itu adalah produksi Palembang hanya dengan sekali pandang.
Palembang bagus ! Jika ada kesempatan, kunjungilah !